TINJAUAN KETEPATAN KODE DIAGNOSIS UTAMA DAN TINDAKAN PADA KASUS KATARAK PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Pengkodean diagnosis utama dan tindakan medis merupakan bagian penting dalam pengelolaan rekam medis yang harus dilakukan secara tepat dan sesuai standar klasifikasi internasional. Berdasarkan obervasi awal yang dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta dari 10 dokumen rekam medis pasien rawat inap yang diteliti, peneliti menemukan ketidaktepatan kode diagnosis utama sebesar 50% dan ketidaktepatan kode tindakan sebesar 20persen. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau ketepatan kode diagnosis utama dan tindakan pada kasus katarak berdasarkan ICD-10 dan ICD-9 CM di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau ketepatan kode diagnosis utama dan tindakan pada kasus katarak berdasarkan ICD-10 dan ICD-9 CM di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan retrospective. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Teknik pengambilan sampel yaitu sampel total denganjumlah dokumen sebanyak 75 dokumen rekam medis kasus katarak pasien rawat inap. Instrumen penelitian meliputi check list, pedoman observasi, pedoman wawancara, ICD-10, dan ICD-9 CM. Pengolahan data dengan collecting, coding, klasifikasi, dan penyajian data. Persentase ketidaktepatan kode diagnosis utama pada kasus katarak diperoleh hasil 45,33persen atau sebanyak 34 dokumen tidak tepat dan 54,67persen atau sebanyak 41 dokumen tepat. Sedangkan ketidaktepatan kode tindakan pada kasus katarak diperoleh hasil 10,67persen atau sebanyak 8 dokumen tidak tepat dan 89,33persen atau sebanyak 67 dokumen tepat. Faktor yang mempengaruhi ketepatan dan ketidaktepatan kode diagnosis utama dan tindakan kasus katarak antara lain karena tenaga medis atau dokter dan tenaga rekam medis coder. Sebaiknya petugas coder melakukan konfirmasi ke dokter penanggung jawab pasien yang bersangkutan apabila ditemukan penulisan diagnosis yang tidak terbaca agar kode yang dihasilkan akurat. Sebaiknya diadakannya pelatihan peningkatan kualitas dokumentasi oleh tenaga medis, penguatan kompetensi coder, evaluasi sistem dan kebijakan terkait pemeriksaan penunjang.