Tinjauan Keakuratan Kode Diagnosis Pasien Rawat Jalan Poliklinik Bedah Berdasarkan Icd-10 RSAU dr. Siswanto Lanud Adi Soemarmo Pada Tahun 2024

Analisis keakuratan kode diagnosis berperan penting dalam pelaporan karena bertujuan untuk menjamin ketepatan informasi medis dan menjaga mutu pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu terdapat ketidakakuratan kode diagnosis sebesar 26,19persen – 100persen. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti ditemukan ketidakakuratan kode diagnosis sebanyak 7 DRM dengan persentase 47persen. Kemudian pada kasus neoplasma tidak dilakukan pengodean menggunakan ICD-O. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pengodean diagnosis, mengetahui persentase keakuratan dan ketidakakuratan diagnosis serta mengetahui faktor yang berkaitan dengan ketidakakuratan diagnosis.
Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif dengan pendekatan retrospektif. Populasi penelitian yang digunakan adalah 1.116 dokumen dengan sampel sebanyak 300 dokumen menggunakan rumus slovin dengan margin error 5persen. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan checklist. Analisis data menggunakan ICD–10 dalam bentuk tabulasi dan persentase.
Hasil penelitian pada prosedur pelaksanan pemberian kode diagnosis di RSAU dr. Siswanto sudah sesuai dengan SOP yang berlaku yaitu SOP No. Dokumen 33/SPO/MRMIK/2022. dari 300 dokumen, sebanyak 259 dokumen (86,3persen) dikode dengan akurat dan 40 dokumen (13,7persen) tidak akurat. Jenis ketidakakuratan meliputi salah pemilihan kode sebanyak 15 DRM (36,7persen), kesalahan pemberian kode karakter ke-4 sebanyak 23 DRM (56persen), salah dan kurang penambahan kode karakter ke-5 sebanyak 3 DRM (7,3persen), serta tidak digunakannya ICD–O pada kasus neoplasma. Faktor penyebab ketidakakuratan adalah tulisan dokter yang tidak terbaca jelas dan SIMRS yang belum menggunakan ICD-10 versi terbaru.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelaksanaan pengodean diagnosis telah sesuai dengan SOP, namun belum mencakup penggunaan ICD-O. Rumah sakit disarankan melakukan revisi SOP dengan menambahkan penggunaan ICD-O untuk meningkatkan akurasi data morfologi neoplasma, kemudian peningkatan keterampilan dan pelatihan bagi petugas koder perlu dilakukan agar kesalahan dalam pengodean dapat diminimalisir dan sosialisasi kepada dokter untuk mengisi rekam medis secara jelas dan lengkap.