Tinjauan Ketidaktepatan Pengkodean Diagnosis Dan Prosedur Pada Klaim Jaminan Kesehatan Nasional Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret Sukoharjo

Pengkodean diagnosis dan prosedur medis merupakan aspek penting dalam sistem pembayaran berbasis case-mix pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Keakuratan kode sangat berpengaruh terhadap kelancaran proses klaim rumah sakit kepada BPJS Kesehatan, serta berdampak pada efisiensi layanan dan keberlangsungan finansial institusi pelayanan kesehatan. Ketidaktepatan pengkodean dapat menyebabkan klaim pending, bahkan ditolak, sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap faktor-faktor yang memengaruhi ketidaktepatan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat ketidakakuratan pengkodean diagnosis dan prosedur medis serta menganalisis faktor penyebabnya pada klaim JKN pasien rawat inap di Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret Sukoharjo. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan retrospektif, dengan pengambilan data melalui observasi dan wawancara mendalam terhadap 106 berkas klaim pending selama bulan Agustus 2024. Instrumen yang digunakan mencakup pedoman observasi dan pedoman wawancara terstruktur kepada petugas coding dan verifikator.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakakuratan kode diagnosis ditemukan sebesar 100% dan ketidakakuratan kode prosedur sebesar 4,72persen. Faktor utama penyebab ketidaktepatan ini antara lain: ketidaklengkapan dokumen rekam medis, pemilihan kode yang tidak sesuai dengan diagnosis klinis, dan keterbatasan pemahaman petugas terhadap pedoman ICD-10 dan ICD-9-CM. Selain itu, belum optimalnya proses konfirmasi internal antar petugas rumah sakit dan kurangnya pelatihan berkelanjutan juga turut berkontribusi terhadap permasalahan ini.
Kesimpulan dari penelitian ini menegaskan pentingnya peningkatan kompetensi petugas coding dan penguatan sistem manajemen mutu rekam medis. Rumah sakit disarankan untuk melakukan evaluasi rutin terhadap proses pengkodean, memperkuat koordinasi antarunit terkait, dan memberikan pelatihan berkelanjutan guna meningkatkan akurasi klaim. Dengan demikian, diharapkan efisiensi pembiayaan melalui sistem INA-CBGs dapat tercapai secara optimal.