PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN CYBERBULLYING DI MEDIA SOCIAL MENURUT UNDANG – UNDANG ITE DAN UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN ANAK (STUDI KASUS Nomor 71/Pid.Sus/2023/PN Pdl)

Media sosial di era digital ibarat pedang bermata dua: di satu sisi mempermudah komunikasi, namun di sisi lain dapat menimbulkan kerugian, khususnya ketika anak-anak menjadi korban cyberbullying. Penelitian ini berfokus pada Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Cyberbullying di Media Sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan studi kasus Putusan Pengadilan Nomor 71/Pid.Sus/2023/PN Pdl. Latar belakang penelitian ini terletak pada meningkatnya jumlah kasus cyberbullying yang berakibat pada dampak psikologis serius, seperti depresi dan menurunnya motivasi belajar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk perlindungan hukum yang diberikan berdasarkan kedua undang-undang tersebut serta mengkaji penerapannya dalam putusan Pengadilan Negeri Pandeglang. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris, melalui studi kepustakaan, analisis peraturan perundang-undangan, serta penelaahan putusan pengadilan terkait.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua bentuk perlindungan hukum. Perlindungan preventif dilakukan melalui edukasi digital dan literasi hukum, sedangkan perlindungan represif diterapkan melalui penegakan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE serta Pasal 59 dan 76C UU Perlindungan Anak. Namun, pelaksanaannya masih menghadapi kendala, khususnya dalam proses pembuktian dan kurangnya rehabilitasi psikologis bagi korban.

Sebagai kesimpulan, meskipun kerangka hukum telah tersedia, efektivitas perlindungan hukum bagi anak korban cyberbullying masih terbatas. Optimalisasi diperlukan melalui kerja sama antar aparat penegak hukum, peningkatan edukasi digital, dan penguatan empati sosial. Pada akhirnya, di dunia saat ini, “satu jari salah ketik bisa membuat seseorang masuk pengadilan lebih cepat daripada revisi skripsi.”